Selasa, 02 April 2013

Bentuk – Bentuk Surat Dakwaan

Ditulis ulang : www.erbajaya280.blogspot.com 

Bentuk bentuk surat dakwaan tidak diatur dalam undang-undang, akan tetapi ketidaktepatan membuat surat dakwaan akan mengakibatkan sebuah konsekuensi bagi sebuah undang-undang, artinya bentuk surat dakwaan itu akan menentukan apakah sebuah tindak pidana secara keseluruhan tercakup didalam surat dakwaan, atau sebaliknya sehingga surat dakwaan menjadi kabur

Contoh kongkritnya adalah: “ seseorang yang mengambil barang yang ada dijalan, kemudian diambilnya dengan maksud untuk memiliki dapat dikatakan mencuri, akan tetapi bila barang tersebut diserahkan pada polisi ia tidak dapat dikatakan mencuri, namun apabila seseorang itu sudah sampai dirumah timbul niat untuk memiliki barang tersebut, padahal rencana semula adalah hendak menyerahkan ke polisi, maka seseorang itu dapat dikenakan penggelapan” ( R.Sughandhi, SH : 1980 : 377 ). 

Oleh karena itu seseorang penuntut umum akan selalu mengaitkan antara pencurian dengan penggelapan. Hal ini dimaksudkan agar seseorang yang melakukan tindak pidana itu tidak lepas dari jeratan hokum 

Didalam praketk dikenal beberapa bentuk surat dakwaan, sebagai berikut : 
1. Bentuk Tunggal :
    a. Dakwaan dalam bentuk tunggal akan dibuat oleh Penuntut Umum bila ia berpendapat bahwa sersangka hanya melakukan satu tindak pidana dimana jenis tindakan pidana itu penuntut umum mendapat keyakinan, misalnya hanya melanggar pasal 362 saja atau 372 KUHP saja.
    b. Bila mana penutut umum berpendapat bahwa tersangka melakukan satu perbuatan, tetapi masuk dalam beberapa ketentuan pidana ( eendaadsche semenloop ) atau sering disebut councursus idialis. 
   c. Bila penuntut umum berpendapat bahwa tersangka melakukan perbuatan yang berlanjut 

2. Bentuk Subsider Bentuk dakwaan subside akan dibuat oleh penuntut umum, bilamana penuntut umum berpendapat bahwa tersangka hanya melakukan satu tindak pidana akan tetapi ia ragu-ragu tentang tindak pidana apa yang dilakukan oleh tersangka. Dalam dakwaan ini dirumuskan beberapa perumusan tindak pidana yang disusun sedemikian rupa dari yang berat sampai yang paling ringan, hal ini dimaksudkan agar terdakwa tidak lepas dari pemidanaan. 

Cirri – cirri dakwaan subsider : 
Primer…..................................................................................................Pasal 340 KUHP 
Subsider…...............................................................................................Pasal 338 KUHP 

3. Bentuk Kumulatif 
Dakwaan dalam bentuk kumulatif akan dibuat oleh penuntut umum, bila ia berpendapat bahwa tersangka melakukan dua atau lebih tindak pidana. Pada dasrnya dakwaan ini merupakan penggabungan dari beberapa tindak pidana yang dicantumkan dalam satu surat dakwaan, dimana masing-masing tindak pidana itu berdiri sendiri ( Concursus realis )

Ciri – ciri surat dakwaan kumulatif : 
Dakwaan ke-I……………………………….………………………….Pasal 374 KUHP 
Dakwaan ke-II………………………………………………………….Pasal 378 KUHP 

4. Bentuk Campuran 
Surat dakwaan dalam bentuk ini, akan dibuatboleh penuntut umum, bila ia berpendapat bahwa terdakwa melakukan dua atau lebih tindak pidana, akan tetapi tiap-tiap tindak pidana ragu-ragu tindak pidana apa yang dilakukannya 

Ciri-ciri surat dakwaan ini adalah : 
Dakwaan ke-I Primer…………………................................................….Pasal 340 KUHP Subsider………………………………………………………………….Pasal 338 KUHP 
Dakwaan ke-II Primer………………… .……………………………….Pasal 372 KUHP Subsider………………………………………………………………….Pasal 362 KUHP 

Sumber tulisan dari : buku Pengetahuan Dasar Hukum Acara Pidana, oleh : Waluyadi,SH, th. 1999

Rabu, 27 Maret 2013

Persidangan Acara Singkat



Ditulis ulang oleh : erbajaya280.blogspot.com

Perkara yang diajukan oleh JPU dengan acara singkat adalah berkas perkara yang menurut JPU pembuktiannya mudah dan sederhana ( Pasal 203 KUHAP ) yang menentukan apakah berkas perkara itu diajukan dengan acara biasa atau singkat adalah kewenangan Jaksa Penuntut Umum, tetapi berkas perkaranya tetap berkas perkara yang di sidik oleh penyidik POLRI

Proses pengajuan perkara dengan acara singkat oleh JPU, yaitu JPU tetap membuat dakwaan tertulis ( walaupun menurut KUHAP, cukup dengan catatan saja ), ditandatangani dalam arti memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana dakwaan dalam acara biasa
Perbedaannya adalah bahwa JPU telah menetapkan hari persidangannya, dan telah memanggil terdakwa dan saksi-saksi dan telah mempersiapkan barang bukti, dimana JPU menganggap pembuktian atas perkara tersebut sangat mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk persidangannya

Dalam prakteknya pengadilan menerima berkas perkara ini, tetapi tidak/belum meregesternya, dan menyerahkannya kepada Hakim yang akan menyidakan perkara tersebut, ada hari persidangan yang telah ditetapkan JPU, Hakim memulai persidangan dan memeriksa saksi dan terdakwa sebagaimana layaknya persidangan biasa, tetapi dilakukan secara singkat, sebab umumnya perkara dengan acara singkat ini terdakwa mengakui perbuatannya, saksi-saksi cukup mendukung, dan barang bukti ada, sehingga untuk pembuktian kesalahan terdakwa cukup mudah.

Setelah dapat dibuktikan kesalahan terdakwa, JPU menuntut terdakwa dan Hakim menjatuhkan putusannya. Hakim tidak membuat putusan sebagaimana layaknya putusan dalam perkara biasa, tetapi cukup dengan catatan saja, tetapi tetap membuat salinan putusan dan diserahkan ke JPU, untuk eksekusi selanjutnya oleh JPU.

Dalam praktek masalah akan timbul jika saksi maupun terdakwa yang telah ditetapkan pada hari persidangan tidak hadir, maka persidangan tidak dapat dilaksanakan dan berkas perkara dikembalikan kepada JPU atau setelah sedikit pemeriksaan oleh Hakim ( tetapi belum resmi dibuka ) umpanya terdakwa mungkir atas dakwaan JPU, maka Hakim menganggap akan sulit pembuktiannya dan memerlukan waktu yang lama persidangannya, maka hakim menetapkan agar berkas perkara diajukan secara biasa, dan berkas dikembalikan kepada JPU.

Karena keadaan demikian itu, Jaksa Penuntut Umum, enggan untuk mengajukan berkas perkara dengan acara pemeriksaan singkat ini

Sumber tulisan : Modul Hukum Acara Pidana, oleh H. Nurdin Romli, SH ( Jaksa Utama Pratama Purn.)